Pembinaan Karakter atau Perilaku Siswa Kelas IV dalam Menyikapi Bullying atau Perundungan: Model Pro


17 Oktober 2024

LAPORAN HASIL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

(PTK)

 

 

“Pembinaan Karakter atau Perilaku Siswa Kelas IV dalam Menyikapi Bullying atau Perundungan: Model Problem Based Learning pada Pelajaran Pendidikan Agama Katolik di SD Negeri Osiloa”

 

 

 

 

 

Disusun oleh:

JULITA DA PURIFICACAO SARMENTO, S.Ag

NIP : 19860731 201001 2 032

 

 

 

 

PEMERINTAH KABUPATEN KUPANG DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

    2024

 

Untuk File ms Word klik link dibawah ini 

https://docs.google.com/document/d/1kfiLLoKxGeBFBZQZ9Jgx629ynRlNz5fB/edit

 

 

KATA PENGANTAR

 

Segala Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena anugerah-Nya yang melimpah, kemurahan dan kasih setia yang besar akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini. Adapun judul dari penulisan PTK ini adalah : “Pembinaan Karakter atau Perilaku Siswa Kelas IV dalam Menyikapi Bullying atau Perundungan: Model Problem Based Learning pada Pelajaran Pendidikan Agama Katolik di SD Negeri Osiloa Penulis menyadari sepenuhnya bahwa PTK ini masih jauh dari kesempurnaan karena menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu demi sempurnanya PTK ini, penulis sangat membutuhkan dukungan dan sumbangsih pikiran yang berupa kritik dan saran yang bersifat membangun. Dengan tersusunnya PTK ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

  1. Ibu Andina F. Lawa, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SD Negeri Osiloa.
  2. Bapak/Ibu guru serta Pegawai di SD Negeri Osiloa, yang dengan caranya tersendiri mendukung pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini.
  3. Keluarga dan semua sahabat yang selalu memberikan motivasi untuk menyelesaikan PTK ini.

Akhir kata penulis menyampaikan permohonan maaf jika terdapat hal-hal yang tidak berkenan di hati dan penulis berharap Penelitian Tindakan Kelas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terkhusus dalam pengembangan ilmu pendidikan.

 

 

                                                                                                                        Kupang,             2024

                                                                                                                                      Penulis

 

 

 

 

 

 

ABSTRAK

Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk mengembangkan karakter dan perilaku siswa kelas IV dalam menyikapi bullying atau perundungan melalui penerapan model Problem Based Learning (PBL) dalam pelajaran Pendidikan Agama Katolik di SD Negeri Osiloa. Bullying merupakan masalah serius yang dapat memengaruhi perkembangan sosial dan emosional anak, sehingga penting untuk memberikan pendidikan yang tidak hanya fokus pada akademis tetapi juga pada pembentukan karakter.

Melalui pendekatan PBL, siswa diajak untuk terlibat aktif dalam memecahkan masalah nyata terkait bullying, yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, empati dan sikap positif terhadap teman sebaya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif, melibatkan observasi, wawancara dan dokumentasi untuk mengumpulkan data mengenai perubahan perilaku siswa sebelum dan sesudah penerapan model pembelajaran.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang bullying dan cara menyikapinya, serta mengembangkan sikap saling menghormati di antara mereka. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan metode pembelajaran yang lebih efektif dalam pendidikan karakter di Sekolah Dasar.

Kata Kunci “Bullying”: Tindakan agresif yang dilakukan secara berulang kali dan disengaja untuk menyakiti, merendahkan atau mendominasi orang lain.

 

 

  

 

 

 

 

DAFTAR ISI

                                                                                                                                   

Halaman

 


BAB I PENDAHULUAN

 

  1. Latar Belakang Masalah

 

Bullying menjadi permasalahan yang sudah mendunia. Peristiwa bullying saat ini semakin meningkat di Indonesia. Kasus bullying biasanya menimpa anak sekolah. Bullying yang terjadi di lingkungan sekolah sebenarnya bukan barang baru, baik di Indonesia maupun secara global. Masalah kekerasan di sekolah merupakan sebuah fenomena yang belum juga menemukan jalan keluar. Bukannya semakin berkurang, semakin lama kekerasan di sekolah semakin banyak dan bahkan mencapai pada level mengkhawatirkan. Salah satu perilaku siswa di sekolah yang banyak diperbincangkan adalah perilaku bullying sebagai bentuk penindasan terhadap korban yang lemah dengan melakukan hal-hal yang tidak disukai secara berulang (Andi Halimah, dkk 2015, 129).

Bullying menjadi bagian dari kekerasan yang kerap terjadi di tengah lingkungan masyarakat sosial ang dianggap wajar. Istilahnya yang semakin populer, bullying menjadi semakin santer di telinga kita dengan adanya kasus yang di muat di media sosial. Fenomena tersebut sudah lama terjadi di berbagai belahan dunia. Selama masa sekolah, hampir sebagian besar siswa pernah mengalami atau terlibat dalam bullying.

Di dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 Sisdiknas Pasal 1 menjelaskan bahwa “Pendidikan          adalah          usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”(Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan, t.t.). Ironisnya sebagian masyarakat kita bahkan guru sendiri menganggap bullying sebagai hal biasa dalam kehidupan anak dan tak perlu dipermasalahkan, bullying hanyalah bagian dari cara-cara anak bermain (Trevi dan Winanti Siwi Respati 2012).

 

 

Kasus perlakuan perundungan antar siswa (bullying) mencapai 3-4 kasus perbulannya dalam 1 kelas di SD Negeri Osiloa, meski tidak tergolong kasus berat, permasalahan tersebut menunjukkan bahwa sikap/aksi bullying yang dilakukan oleh siswa masih terjadi kapan saja dan dalam kondisi apapun, mengingat peristiwa terjadi secara spontanitas (emosional) saat siswa bermain, saat berinteraksi di kelas dan atau di luar jam pelajaran. Sebagian besar pelaku menyatakan bahwa perilaku mengejek, menyimpan barang teman, berkata kotor dan aksi-aksi yang memicu perilaku bully dianggap sebagai candaan biasa. Hal ini mengindikasikan bahwa siswa masih belum memahami dengan dalam terkait perilaku bully itu sendiri, terlebih dampak yang dirasakan oleh korbannya.

Bukti adanya hubungan antara Pendidikan Agama Katolik terhadap Karakter atau perilaku siswa yang mengarah ke hal yang baik sudah diteliti oleh beberapa ahli yaitu:  Berdasarkan hasil penelitian Widiyaningtyas & Maranatha (2023) mengatakan bahwa di era digital yang semakin berkembang pesat ini, para generasi milenial cenderung bersikap egoisentris dan tidak lagi menyadari akan tugas dan panggilannya sebagai orang Kristen yaitu melaksanakan amanat Yesus kristus. Maka peneliti melihat bahwa generasi generasi Kristen perlu disadarkan kembali akan tugas dan tanggungjawabnya melalui pendidikan Kristen. Dalam pendidikannya melalui model Problem Based Learning peneliti menyimpulkan bahwa melalui model pembelajaran tersebut akan menyeimbangkan dimensi kognitif, afektif dan psikomotorik, sehingga mencapai perubahan peserta didik dalam integritas serta dapat tugas amanat Agung Yesus Kristus.

Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusumasari (2023), mengatakan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah (Problem based Learninhg) dapat membantu peserta didik menjalani hidup bermartabat serta memberikan manfaat jangka panjang, menciptakan warga Negara yang peduli, bertanggungjawab dan berkontribusi positif dalam masyarakat. Pembelajaran yang berpusat pada menghargai hidup dapat dapat membentuk karakter peserta didik, mengajarkan etika dalam hubungan sosial dan membantu mengenal nilai-nilai kemanusiaan.

 

Praktik pencegahan bullying bisa juga diberikan melalui aktivitas bersama seperti olahraga atau kegiatan berlomba dengan mencampurkan murid antar kelas. Pendidikan ini membawa informasi kepada anak-anak tentang berbagai macam bullying, meningkatkan kepedulian guru terhadap bullying sekecil apapun, serta membangun hubungan sebaya yang positif.

 

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Pembinaan Karakter atau Perilaku Siswa Kelas IV dalam Menyikapi Bullying atau Perundungan: Model Problem Based Learning pada Pelajaran Pendidikan Agama Katolik di SD Negeri Osiloa”.

 

B.     Pembatasan dan Rumusan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah Pembinaan Karakter atau Perilaku Peserta Didik dalam Menyikapi Bullying atau Perundungan: Model Problem Based Learning pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Siswa Kelas IV. Deskripsi dan landasan berpikir atas masalah yang penulis pilih tersebut adalah karena perundungan merupakan perilaku yang dapat merugikan diri sendiri atau orang lain.

Supaya Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini tidak menimbulkan bias penelitian maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

  1. Apa saja faktor-faktor penyebab terjadinya perilaku bullying di kalangan siswa Kelas IV di SD Negeri Osiloa Kabupaten Kupang?
  2. Bagaimana upaya pembinaan karakter atau perilaku bullying di kalangan siswa Kelas IV di SD Negeri Osiloa Kabupaten Kupang?

 

C.    Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

  1. Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya perilaku bullying di kalangan siswa.
  2. Mengetahui upaya pembinaan karakter atau perilaku bullying di kalangan siswa.

 

 

  1. Manfaat Penelitian

          Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya untuk Pembinaan Karakter atau Perilaku Peserta Didik dalam Menyikapi Bullying atau Perundungan, khususnya pada kegiatan pembelajaran Agama Katolik Kelas IV.

Adapun secara detail kegunaan tersebut diantaranya untuk :

  1. Manfaat Praktis
  2. Bagi Lembaga

Untuk dijadikan bahan pertimbangan dan tambahan informasi dalam menentukan langkah-langkah Pembinaan Karakter atau Perilaku Peserta Didik dalam Menyikapi Bullying.

  1. Bagi guru

Guru dapat menggunakan pendekatan PBL sebagai strategi yang efektif dalam mengajarkan tentang bullying dan pembinaan karakter, memberikan mereka alat tambahan untuk mengatasi masalah sosial di kelas.

  1. Bagi Siswa

Peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bullying, termasuk bagaimana mengidentifikasi dan menghadapinya. Ini membantu mereka untuk menjadi lebih sadar dan peduli terhadap masalah bullying di lingkungan sekolah mereka.

  1. Manfaat Teoretis
  2. Penelitian ini berkontribusi pada pembinaan karakter dan penanganan masalah sosial seperti bullying. Hasil penelitian dapat digunakan untuk mengembangkan teori-teori terkait dengan penerapan PBL dalam konteks pendidikan karakter dan moral.
  3. Penelitian ini juga menambah pemahaman tentang bagaimana nilai-nilai Pendidikan Agama Katolik dapat diintegrasikan dengan metode pembelajaran aktif seperti PBL untuk menangani isu sosial yang relevan.
  4. Penelitian ini menguji dan memvalidasi konsep penerapan PBL dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk menilai validitas metode PBL dalam konteks pembinaan karakter dan memberikan dasar bagi penelitian selanjutnya.

 

BAB II

KERANGKA TEORI

 

A.      Landasan Teori

 

 

Bullying berasal dari istilah "bully," yang merujuk pada tindakan ancaman yang dilakukan seseorang terhadap orang lain, menyebabkan gangguan psikologis seperti stres yang dapat mengakibatkan masalah fisik atau emosional, atau keduanya. Bullying dapat diartikan sebagai perilaku verbal dan fisik yang bertujuan mengganggu individu yang dianggap lebih lemah (John W Santrock, 2007).

Menurut Ken Rigby, bullying adalah dorongan untuk menyakiti orang lain. Tindakan ini dilakukan secara langsung oleh individu atau kelompok yang lebih kuat, biasanya tanpa tanggung jawab, cenderung berulang, dan dilakukan dengan niat yang menyenangkan (Ponny Retno Astuti, 2008).

Komisi Nasional Perlindungan Anak mendefinisikan bullying sebagai kekerasan fisik dan psikologis yang dilakukan oleh individu atau kelompok terhadap seseorang yang tidak dapat membela diri. Dalam pengertian ini, bullying adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk membuat orang lain merasa takut atau terancam, sehingga korban merasa terancam, takut, atau setidaknya tidak bahagia (Fitrian Saifullah, 2016).

 

1.2 Bentuk-bentuk Bullying

Bullying adalah perilaku yang disengaja untuk menyakiti atau melukai korban baik secara fisik maupun emosional. Sullivan mengklasifikasikan bentuk-bentuk bullying sebagai berikut:

  1. Bullying Fisik: Termasuk tindakan seperti menggigit, menarik rambut, memukul, menendang dan intimidasi secara langsung atau dengan cara mengelilingi, memelintir, menonjok, mendorong, mencakar, meludahi, merusak barang milik korban, serta menggunakan senjata tajam atau tindakan kriminal.
  2. Bullying Non-Fisik: Dibagi menjadi dua kategori:
  3. Verbal: Meliputi panggilan telepon yang meledek, pemalakan, pemerasan, ancaman, penghasutan, kata-kata kotor, serta penyebaran keburukan tentang korban.
  4. Non-verbal: Terbagi lagi menjadi:

Menurut Yayasan Sejiwa, bentuk-bentuk bullying dapat dikategorikan dalam tiga jenis (Muhammad, 2009):

  1. Bullying Fisik: Termasuk tindakan seperti menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan barang, atau hukuman fisik seperti lari keliling lapangan atau push-up.
  2. Bullying Verbal: Teridentifikasi melalui indera pendengaran, seperti makian, penghinaan, julukan buruk, teriakan, mempermalukan di depan umum, tuduhan, gossip dan fitnah.
  3. Bullying Psikologis: Jenis bullying ini paling berbahaya karena langsung menyerang mental atau psikologis korban, tidak terlihat oleh mata atau terdengar oleh telinga, seperti pandangan sinis, teror melalui pesan atau SMS, mempermalukan, dan mencibir.

Menurut Rianskina, Djuwita, dan Soesetio, bentuk-bentuk bullying meliputi:

  1. Kontak Fisik Langsung: Serangan fisik seperti memukul, mendorong, menendang, atau mencubit.
  2. Kontak Verbal Langsung: Serangan kata-kata langsung seperti ancaman, ejekan atau gossip.
  3. Perilaku Non-Verbal Langsung: Bahasa tubuh seperti tatapan sinis atau gerakan menghina.
  4. Perilaku Non-Verbal Tidak Langsung: Termasuk pengucilan, manipulasi, atau pengiriman pesan ancaman tanpa nama.
  5. Pelecehan Seksual: Biasanya dilakukan secara fisik atau verbal, melibatkan ejekan atau tindakan fisik yang tidak pantas pada area sensitif seksual, seperti pemegangan area seksual lawan jenis atau penghinaan berbasis gender (Levianti, 2008).

 

1.3 Faktor-Faktor Terjadinya Bullying

faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku bullying siswa antara lain sebagai berikut:

  1. Pola komunikasi siswa yang kurang mengedukasi. Siswa yang sering berbicara hal yang tidak punya hubungan dapat mengganggu teman atau selalu mencari alasan untuk tidak mengerjakan tugas umumnya memiliki rasa tanggung jawab yang rendah dan tidak disiplin yang membuat mereka melihat bullying sebagai cara untuk mendapatkan perhatian atau menghindari tanggung jawab yang diberikan padanya.
  2. Relasi antar siswa yang kurang baik (kurang sopan dalam berbicara). Siswa yang terbiasa menggunakan kata-kata kasar/kurang sopan dalam berkomunikasi dengan teman, lebih cenderung memiliki rasa empati yang rendah dan tidak peduli dengan perasaan orang lain. Hal ini dapat membuat mereka lebih mudah untuk melakukan bullying, karena mereka tidak dapat memahami bagaimana perkataan dan perbuatan mereka dapat menyakitkan orang lain. Ketidakmampuan untuk merasakan belas kasihan dan empati terhadap sesama adalah salah satu ciri yang paling mencolok dalam perilaku pelaku bullying. Ini menunjukkan bahwa mereka yang melakukan bullying telah kehilangan nilai kemanusiaan seperti hormat-menghormati dan mendukung sesama.
  3. Kata-kata yang mengandung unsur kebencian juga menjadi salah satu faktor yang memicu bullying. Ketika siswa menggunakan kata-kata kasar dalam berkomunikasi sehari-hari mereka mungkin tidak menyadari dampak negatif dari kata-kata tersebut. Hal ini membuat mereka lebih mudah untuk melontarkan kata-kata yang menyakitkan atau menghina orang lain tanpa memikirkan akibatnya. Kebiasaan menggunakan kata-kata kasar juga dapat menormalisasi perilaku bullying. Ejekan dan julukan berdasarkan pada ras, etnis, agama, penampilan fisik atau orientasi seksual dapat memperparah dampak bullying sehingga korban tidak dapat melawan dan menyebabkan trauma jangka panjang bagi si korban.
  1. Pola asuh yang otoriter. Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter cenderung menetapkan aturan yang kaku sehingga tidak memberikan ruang untuk anak berpendapat. Orang tua juga sering menggunakan hukuman berupa kata-kata dan fisik untuk mendisiplinkan anak. Akibatnya anak menjadi terbiasa menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan masalah dan mereka kurang memiliki empati terhadap orang lain karena mereka tidak terbiasa untuk didengarkan dan dipahami.
  2. Pola asuh yang pembiaran/demokratis. Orang tua yang menggunakan pola asuh pembiaran demokratis cenderung memberikan kebebasan yang berlebihan kepada anak tanpa memberikan arahan atau batasan yang jelas. Orang tua juga mungkin tidak terlibat secara aktif dalam kehidupan anak dan tidak memberikan dukungan kepada anak. Serta orang tua kurang respon terhadap kebutuhan emosional anak dan tidak memberikan dukungan yang cukup. Hal inilah yang membuat anak lebih mudah untuk melakukan bullying karena mereka tidak belajar cara untuk menghormati orang lain atau mengikuti aturan. Mereka juga mungkin kurang memiliki rasa tanggung jawab karena mereka tidak terbiasa untuk mengambil akibat dari tindakan mereka. Kurangnya kontrol dan disiplin dalam pola asuh juga dapat membuat anak merasa tidak aman dan tidak dicintai sehingga mereka mencari rasa aman dengan cara yang salah seperti melakukan bullying.
  3. Pendidikan dan iman orang tua yang kurang.

Pendidikan dan iman memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan moral seseorang. Orang tua yang kurang berpendidikan akan membuat mereka kesulitan untuk memahami kebutuhan anak, memberikan disiplin yang tepat dan membangun hubungan baik dengan anak. Orang tua yang kurang iman mungkin tidak memiliki pemahaman yang baik tentang nilai-nilai moral dan etika yang penting. Hal ini dapat membuat mereka kesulitan untuk menanamkan nilai-nilai tersebut kepada anak dan membuat anak lebih mudah untuk terpengaruh oleh perilaku negatif di lingkungan sekitar. Orang tua yang kurang pendidikan dan iman mungkin tidak mampu menjadi teladan yang baik bagi anaknya. Hal ini dapat membuat anak lebih mudah untuk meniru perilaku orang tuanya.

  1. Orang tua tidak mampu menjadi teladan (Suka memarahi anak, sering mabuk, melakukan KDRT, dll).

Faktor keluarga memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku anak. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang agresif dan berlaku kasar akan meniru kebiasaan tersebut dalam kesehariannya. Kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan orang tua kepada anak akan menjadi contoh perilaku. Anak sebagai pelaku bullying biasanya lahir dari keluarga yang bermasalah. Seperti keluarga broken home, kebiasaan sering mabuk, melakukan KDRT dan pola asuh orang tua yang menghukum anak secara berlebihan. Antara orang tua dan anak bersifat kaku dengan tidak adanya keharmonisan, perhatian dan kasih sayang yang hangat dalam keluarga sehingga anak berupaya untuk mencari perhatian di luar lingkungan keluarga dengan cara melakukan tindakan negatif seperti kekerasan termasuk upaya bullying.

  1. Dalam lingkungan sekolah, dinamika sosial antar siswa sering kali Hierarki sosial, persepsi atas popularitas dan upaya untuk mendapatkan pengakuan atau kekuasaan di antara kelompok-kelompok siswa bisa menjadi faktor yang memicu bullying. Seringkali, ada tekanan untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma tertentu yang ada di antara kelompok-kelompok ini.
  2. Kurangnya Pemantauan dari staf sekolah, Kurangnya pengawasan yang efektif dari staf sekolah dapat menciptakan celah di mana perilaku bullying bisa Ketika interaksi antar siswa tidak dipantau secara cermat atau tidak ada intervensi yang tepat waktu dari guru atau staf sekolah, kasus-kasus bullying dapat terus berlanjut tanpa hambatan.
  3. Sebagian besar guru juga kasar sikap dan perilaku guru yang kasar dan sering mengucapkan kata-kata kasar, menghina atau merendahkan orang lain, baik kepada siswa maupun kepada orang lain dapat memberikan contoh yang tidak baik bagi siswa. Sikap dan perilaku guru yang tidak sopan dan tidak profesional dapat menormalisasikan perilaku bullying dan membuat siswa merasa bahwa bullying adalah hal yang dapat diterima. Guru yang tidak adil dalam memperlakukan siswa, seperti memfavoritkan atau mendiskriminasikan siswa juga dapat menciptakan lingkungan yang tidak kondusif sehingga terjadinya bullying.
  4. Kurangnya perhatian dan ketegasan dalam menangani bullying dapat membuat siswa merasa bullying bukanlah hal yang serius dan aman untuk dilakukan. Kepercayaan yang rendah antara guru dan siswa dapat membuat siswa enggan untuk berbicara tentang masalah bullying karena takut akan dihakimi atau dihukum.
  5. Tidak menjadi teladan, guru memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan kondusif bagi semua siswa. Ketika guru menunjukkan sikap dan perilaku yang tidak sesuai, seperti berkata kasar, menghina atau tidak adil dalam memperlakukan siswa, hal ini dapat menjadi contoh yang tidak baik bagi siswa. Ketika siswa melihat guru berperilaku tidak sopan atau tidak adil, mereka mungkin akan kehilangan rasa hormat terhadap guru bahkan sekolah sebagai lembaga pendidikan. Hal ini dapat lebih mudah untuk menantang aturan sekolah dan melakukan perilaku bullying. Siswa yang dimarahi, dihina atau diperlakukan tidak adil oleh guru mungkin merasa tidak aman dan tertekan di sekolah. Hal ini dapat membuat mereka lebih mudah menjadi korban bullying dari siswa lain. Guru yang sering menggunakan kata-kata kasar atau menghina orang lain, baik kepada siswa maupun kepada orang lain, dapat memberikan contoh yang tidak baik bagi siswa. Siswa mungkin meniru perilaku guru ini dan menggunakannya untuk membully orang lain.

 

Pembelajaran berbasis masalah, yang sering disebut sebagai Model Problem-Based Learning (PBL) adalah metode pembelajaran yang berfokus pada siswa dengan memberikan masalah dari kehidupan nyata di awal proses pembelajaran. Menurut Duch dalam Suharia (2013), PBL adalah metode yang mendorong siswa untuk memahami cara belajar dan bekerja sama dalam kelompok untuk menemukan solusi atas masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Problem-Based Learning (PBL) adalah sebuah model pembelajaran yang melibatkan aktivitas mental siswa untuk memahami konsep melalui situasi dan masalah yang dihadapi di awal pelajaran. Tujuan utamanya adalah untuk melatih siswa dalam memecahkan masalah dengan pendekatan pemecahan masalah (Utomo dkk, 2014:6).

Menurut Kohar dalam Lien Erwiyati, metode PBL mengintegrasikan berbagai teori dan prinsip pendidikan dalam desain pembelajaran. PBL mengandalkan strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa, kolaboratif, kontekstual, terpadu, mandiri dan reflektif.

Dalam metode Problem-Based Learning, situasi belajar dimulai dengan masalah yang memicu proses pembelajaran. Anak-anak menyadari kebutuhan akan informasi atau keterampilan untuk menyelesaikan masalah, sehingga mereka harus belajar bagaimana mencari informasi dan menerapkan pemikiran kritis serta kemampuan memecahkan masalah. PBL adalah metode pembelajaran yang berfokus pada siswa, di mana pelajar secara bertahap menjadi kurang bergantung pada guru yang biasanya menyarankan materi dan memberikan arahan (SIU, 2002) menurut Helmut.

Sebagaimana dijelaskan oleh Ridwan (2015), model PBL adalah metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog. Sementara itu, Barrow (dalam Huda, 2013) menggambarkan PBL sebagai proses pembelajaran yang terjadi melalui upaya memahami masalah yang ditetapkan di awal pembelajaran. Masalah yang dikaji sebaiknya adalah permasalahan kontekstual yang relevan dan dialami oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari.

 

  1. Penyusunan Kebijakan Sekolah yang Komprehensif

Deskripsi: Kebijakan yang jelas dan menyeluruh perlu disusun untuk mengatasi bullying di sekolah.

Tindakan: Melibatkan kepala sekolah, guru, staf administrasi dan orang tua dalam merancang kebijakan ini. Kebijakan harus mencakup definisi bullying, konsekuensi bagi pelaku dan langkah-langkah preventif.

  1. Penyuluhan dan Pendidikan Bagi Siswa

Deskripsi: Meningkatkan kesadaran siswa tentang dampak negatif dari bullying.

Tindakan: Mengadakan seminar, workshop atau kegiatan edukatif lainnya yang menyoroti masalah bullying, termasuk pengenalan konsep-konsep etika dan moralitas serta nilai-nilai kemanusiaan.

  1. Pendidikan dan Keterlibatan Orang Tua

Deskripsi: Melibatkan orang tua dalam proses pendidikan tentang bullying. Tindakan: Mengadakan pertemuan dengan orang tua guru khusus tentang masalah bullying, menyediakan sumber daya pendidikan untuk orang tua dan memperkuat kerjasama antara rumah dan sekolah.

  1. Penguatan Pendidikan Karakter dan Etika

Deskripsi: Mendorong pembentukan karakter positif dan sikap empati.

Tindakan: Mengintegrasikan pendidikan agama atau moral ke dalam kurikulum, memanfaatkan metode pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) untuk mengajarkan nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

  1. Pelatihan bagi Guru dan Staf

Deskripsi: Meningkatkan kemampuan guru dalam mendeteksi, menangani dan mencegah bullying.

Tindakan: Memberikan pelatihan kepada guru tentang tanda-tanda bullying, teknik penanganan yang efektif dan strategi untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mendukung.

  1. Kolaborasi dengan Komunitas dan Institusi Terkait

Deskripsi: Menggalang dukungan dari pihak-pihak luar sekolah.

Tindakan: Berkolaborasi dengan lembaga sosial, organisasi masyarakat, dan agen lain yang memiliki peran dalam mendukung kebijakan anti-bullying dan pendidikan karakter.

  1. Evaluasi dan Pemantauan terus-menerus

Deskripsi: Memantau efektivitas langkah-langkah yang diimplementasikan.

Tindakan: Melakukan evaluasi berkala terhadap kejadian bullying, mengumpulkan umpan balik dari siswa, orang tua dan staf, serta menyesuaikan strategi berdasarkan hasil evaluasi.

  1. Membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di lingkungan sekolah khususnya di SD Negeri Osiloa.
  2. Penelitian Terdahulu

     Adapun Penelitian terdahulu diuraikan pada tabel di bawah ini: (Tabel 2.1)

Judul, Peneliti, Tahun Terbit

Variabel

Metode Penelitian

Hasil

 

Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Bullying Siswa Di SMK Triguna Utama Ciputat Tangerang Selatan, Risha Desiana Suhendar, 2018

 

Faktor-faktor Penyebab Perilaku Bullying Siswa

Kualitatif

Hasil dari peneltian ini menunjukan bahwa:

1)      Faktor keluarga menjadi penyebab perilaku bullying siswa di sekolah, keluarga yang kurang memeberikan perhatian dan pengawasan pada anak-anaknya, keluarga tidak harmonis, sering bertengkar, kurangnya komunikasi dengan anak.

2)      Faktor media massa juga menjadi penyebab tindakan bullying siswa, siswa sering memainkan game online atau menonton televisi yang di dalam nya mengandung unsur kekerasan.

3)      Faktor teman sebaya, karena siswa banyak menghabiskan waktu di sekolah. Selain itu juga masa remaja merupakan masa dimana anak sedang mencari identitas diri, sehingga ada rasa ingin diakui dan berusaha menjadi penguasa yang ditakuti oleh siswa-siswa lainnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

METODE PENELITIAN

 

A.       Jenis Penelitian

Secara umum metodologi penelitian merupakan suatu ilmu atau studi mengenai sistem, ataupun tindakan mengadakan investigasi sedangkan penelitian merupakan tindakan melakukan investigasi untuk mendapatkan fakta baru, tambahan informasi dan sebagainya yang dapat bersifat mendalam (indepth research), beragam akan tetapi tidak lazim sebagai mana biasanya. Dengan kata lain, metodologi penelitian merupakan ilmu yang berhubungan dengan penelitian, sedangkan penelitian itu sendiri menunjukkan kegiatan pelaksanaan penelitian.

Menurut Sutrisno Hadi, research didefinisikan sebagai:“Usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah”.

Sementara itu, rencangan penelitian merupakan keseluruhan proses pemikiran dan penentuan matang tentang hal-hal yang akan dilaksanakan (Margono, 1997:100). Dengan demikian rancangan penelitian bertujuan untuk memberi pertanggungjawaban terhadap semua langkah yang akan diambil.

Dalam penelitian ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di mana dalam penelitian ini dilakukan dalam dua siklus dengan mengikuti alur : refleksi awal, perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, refleksi dan perencanaan ulang.

 

B.       Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini ada dua variabel yang akan diteliti yaitu :

  1. Variabel Bebas (X) dalam konteks penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai "Model Problem Based Learning (PBL) dalam Pelajaran Pendidikan Agama Katolik." Variabel ini mencakup beberapa komponen, antara lain:
  1. Materi Ajar: Konten pendidikan yang berkaitan dengan nilai-nilai agama, etika, dan perilaku sosial yang relevan dengan bullying.
  2. Kegiatan Kolaboratif: Aktivitas kelompok yang mendorong siswa untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah terkait bullying.
  3. Refleksi: Proses di mana siswa merenungkan pengalaman dan pembelajaran mereka terkait bullying selama kegiatan PBL.
  4. Dukungan Guru: Peran guru dalam memfasilitasi diskusi, memberikan bimbingan, dan mendorong partisipasi siswa.
    1. Variabel Terikat (Y): Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku Siswa Kelas IV dalam Menyikapi Bullying atau Perundungan." Variabel ini mencakup aspek-aspek seperti:
  5. Kesadaran Siswa: Tingkat pemahaman siswa tentang bullying dan dampaknya.
  6. Respon Siswa: Cara siswa merespons situasi bullying, baik itu dengan melaporkan, menolong korban, atau ikut serta dalam perundungan.
  7. Empati: Kemampuan siswa untuk memahami dan merasakan apa yang dialami oleh korban bullying.
  8. Keterlibatan dalam Pembelajaran: Seberapa aktif siswa terlibat dalam kegiatan yang membahas isu bullying
  9. Perubahan Sikap: Perubahan sikap siswa terhadap bullying setelah mengikuti pembelajaran.
  10. Populasi, Sampel, Tempat dan Waktu
  11. Populasi

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari objek penelitian. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik yang ada di SD Negeri Osiloa Kabupaten Kupang.

  1. Sampel

Sampel adalah bagian dari kesuluruhan serta karateristik yang dimiliki oleh sebuah populasi. Peserta didik Kelas IV di SD Negeri Osiloa yang berjumlah 16 orang dijadikan sebagai sampel penelitian.

  1. Tempat

Penelitian ini dilakukan di kelas IV SD Negeri Osiloa yang terletak di Jl. Swadaya-Tarus, Kupang Tengah, Kabupaten Kupang-Nusa Tenggara Timur.

  1. Waktu

Penelitian tindakan kelas (PTK) dilaksanakan pada semester 1 tahun pelajaran 2024-2025. Waktu penelitian dilakukan dalam 2 siklus :

Siklus I     : Hari Selasa, tanggal 17 September 2024

 Siklus II   : Hari Kamis, tanggal 26 September 2024

 

  1. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
  2. Jenis Data
  3. Menurut Sumber Data

Data primer adalah informasi yang dikumpulkan atau diperoleh oleh peneliti atau pihak lain yang memerlukannya untuk mencapai tujuannya. Untuk mengumpulkan data primer dalam penelitian ini, peneliti melakukan penyebaran kuesioner yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dan dibagikan kepada responden.

Data yang dikumpulkan dari sumber yang sudah ada disebut data sekunder. Jumlah peserta didik menjadi sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini.

  1. Menurut Sifat

Data kuantitatif adalah jenis data yang dapat diukur atau dihitung secara langsung, bisa juga dalam bentuk fakta atau penjelasan yang disampaikan secara numerik.

Data kualitatif adalah informasi yang tidak dapat diperkirakan atau dikuantifikasi begitu saja dengan menggunakan angka. Gambaran umum tentang peserta didik di SD Negeri Osiloa dapat dilihat pada penjelasan dan menjadi data kualitatif yang diperlukan dalam penelitian ini.

 

 

  1. Sumber Data

Sumber Data untuk penelitian pembinaan karakter peserta didik da
Sumber : SMK Negeri 3 Kupang SMK Negeri 3 Kupang
Selengkapnya : SMK Negeri 3 Kupang/artikel/120/Pembinaan-Karakter-atau-Perilaku-Siswa-Kelas-IV-dalam-Menyikapi-Bullying-atau-Perundungan:-Model-Pro.html